Minggu, 06 Mei 2012

Puisi Terbaik (Aku)

Inilah tiga puisi yang menurutku merupakan ''Puisi Terbaik" sepanjang zaman. Puisi ini memberiku segudang inspirasi dan motivasi. selamat membaca.
 
Puisi III 


AKU

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi


Karya: Chairil Anwar
Maret 1943

baca juga puisi:
Puisi I
Puisi II

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Analisisku:

Puisi aku adalah puisi terkenal dan terkemuka karya seorang penyair kenamaan Indonesia, angkatan ’45. Dalam puisi ini, Chairil Anwar mematrikan tema tentang pemberontakan dari segala penindasan

"Kalau sampai waktuku
 Ku mau tak seorang kan merayu
 Tidak juga kau"

Dalam baris pertama sampai baris ketiga, menggambarkan keinginan penulis (Aku) keluar dari belenggu yang mengekangnya, kekhawatiran akan kematian. Ia tidak mau dibodohi atau diperdaya, diperalat bahkan oleh orang terdekatnya (Kau).

"Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang"

Si Aku tidak ingin membebani orang-orang di dekatnya, tidak ingin membuat ‘sedu-sedan’.ia tidak ingin mendapatkan belas kasihan.  Ia berharap semua orang bisa melepasnya ketika ajal menjemput. bahkan ia menyebut dirinya binatang jalang (makhluk hina).

"Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri"

Bait ini menggambarkan tentang kebulatan tekatnya. Ia akan terus memberontak, biar bahaya menyerangnya dia akan tetap meradang dan menerjang. Kendati demikian, Chairil tidak mau membebani siapapun, ia akan menanggungnya sendiri. Ia percaya semua rasa yang ia alami kini-pedih peri- akan hilang seiring berjalannya waktu.

"Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi"

Chairil ingin dirinya tetap ada. Walau raga tak kuat menahan gerusan usia namun karyanya tidak akan pernah lekang termakan waktu “hingga seribu tahun lagi.”


Rendang, 7 Mei 2012
Trianandika 
 





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar